Senin, 15 Februari 2016

Jika Teman Saya Kesulitan Membayar UKT

Sebagai masyarakat Indonesia, bila mendengar kata “Negeri” pasti identik dengan murah bahkan gratis. Hal itu memang benar, karena sebagian besar sesuatu hal yang berstatus Negeri itu berarti milik negara, milik rakyat Indonesia. Artinya, semua hal ini dibuat untuk masyarakat. Sudah dibuktikan dengan adanya Rumah Sakit dan sekolah-sekolah yang berstatus Negeri dan tidak memungut biaya sepeserpun. Layanan ini diberikan semata-mata untuk kesejahteraan rakyat. Agar rakyat Indonesia mendapatkan kesehatan dan pendidikan dengan mudah.

Saya adalah seorang mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Jakarta. Perguruan Tinggi yang cukup ternama, Universitas Negeri Jakarta. Kampus ex-IKIP. Kampus Pendidikan. Kampus Pergerakan Intelektual. Jika melihat namanya, Universitas Negeri Jakarta yang akrab disebut UNJ ini merupakan kampus berstatus Negeri, milik negara, milik rakyat. Akan tetapi Kampus Negeri di sini tidak dekat dengan istilah “gratis”. Kampus Negeri ini menarik biaya SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) per semesternya. Bukan hanya UNJ, akan tetapi seluruh Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia memungut biaya SPP, malah beberapa jauh lebih mahal dari UNJ. Lantas apa yang membedakan Kampus Negeri dengan Kampus milik Swasta bila Kampus Negeri juga memungut SPP? Karena kampus Negeri lebih bagus? Jawabannya adalah tidak, banyak sekali Kampus Swasta di sana yang jauh lebih bagus. Mengapa masyarakat lebih memilih mengenyam pendidikan di Kampus Negeri daripada Kampus Swasta? Orang-orang berpikir karena Kampus Negeri jauh lebih murah daripada Kampus Swasta. Padahal tidak juga.

Untuk mengatasi hal ini, beberapa Perguruan Tinggi memang sudah menerapkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebagai subsidi silang untuk mereka yang kurang mampu. Penentuan besarnya UKT di sini tergantung dari seberapa besar penghasilan orang tua pada saat itu. UKT ditentukan pada saat pertama masuk kuliah, dan nominalnya tidak akan berubah sampai kita lulus. Tetapi menurut saya penerapan UKT yang bertujuan sebagai subsidi silang ini tidak efektif, karena jelas-jelas kita semua tahu roda kehidupan itu berputar, kadang kita di bawah, kadang di atas. Bagaimana bila di kemudian hari salah satu dari kita tak mampu lagi membayar UKT, sedang UKT bersifat tetap?

Hati terasa teriris bila mengingat kejadian beberapa bulan lalu di mana salah satu teman kami ada yang tak mampu lagi membayar UKT. Mengajukan diri membuat permohonan penurunan UKT, tetapi ditolak dengan tegas. Malahan disarankan untuk mengundurkan diri sebagai mahasiswa aktif. Teman kami hanya meminta agar nominal UKT-nya diturunkan, bukan meminta digratiskan. Apakah ini yang dinamakan Kampus Negeri? Uang Kuliah Tunggal atau Sumbangan Pembinaan Pendidikan apa hanya untuk pengembangan sarana dan prasarana kampus? Kemudian membiarkan mahasiswanya putus kuliah karena tak mampu membayar SPP.

Disinilah peran teman, peran mahasiswa yang memiliki kepekaan sosial, membantu teman yang mengalami kesusahan, termasuk kesulitan UKT. Tentunya bila dalam situasi seperti ini bantuan yang sangat diharapkan berupa materil, selain itu bantuan moril berupa semangat juga dibutuhkan. Pada situasi seperti ini pula tim advokasi mahasiswa menjalankan tugasnya yaitu membantu, membela, melindungi. Termasuk membantu mereka yang kesulitan membayar UKT melalui program kerja mereka yaitu NADI (Dana Pendidikan) yang dipungut dari para mahasiswa untuk dihibahkan kepada mereka yang kesulitan membayar UKT. Bila masalah seperti ini terjadi lagi, saya pun akan mengusulkan kepada Tim Advokasi Kampus untuk menghibahkan NADI kepada mahasiswa tersebut, dan mengajak teman-teman menyisihkan uang jajan mereka untuk membantu teman kita yang sedang kesulitan. Kemudian mengusulkan agar UKT tidak lagi bersifat tetap, dan mendata ulang penghasilan orangtua seluruh mahasiswa setiap semesternya agar besar UKT yang harus dibayar tidak memberatkan mahasiswa. Karena bila kita hanya mengharapkan kebijakan birokrat ataupun pemerintah tanpa ikut membantu, masalah seperti ini tidak segera terselesaikan. Malah mungkin tidak akan terselesaikan.