Selasa, 19 Juli 2016

Nguli-Ah

Helloooo..... Long time no see, long time no write, no post. There’re so many spider ‘n dust in cross of my blog. Wohooooooooo!

Hai! Kali ini gue bakalan cerita berbau atau menyinggung masalah akademik gue yang begitu banyak menyimpan tanda tanya dan sedikit menyusahkan.

Hari ini gue baru lulus atau melewati semester 2 yang agak sedikit melelahkan karena terbebani 24 sks (paket). Walaupun masih disayangkan dan sedikit ngenes ngeliat temen-temen SMA gue yang udah masuk semester 5, dan beberapa tahun depan lulus. Tapi gue bisa terima, karena ini pilihan gue dan harus gue jalani. Lagi juga udah semester 3 masa iya mau ngulang lagi, nanti keburu tua terus dilalerin lagi L Apasih..

Sedikit cerita tentang bagaimana gue belajar. Gue ini bisa dibilang anak yang males banget, tapi tanggung jawab. Gue males banget, males belajar maupun males pekerjaan rumah. Rajinnya pas bapak gue ngomel doang. Tapi selama ada tugas atau PR, selagi gue bisa gue pasti kerjain dan gue bener-bener berusaha buat bisa. Tapi kalo emang udah gak bisa, optionnya adalah nyontek atau gak ngerjain terus sedih. Tolong bedain antara PR dan tugas, karena menurut gue PR adalah pekerjaan rumah yang keseringan deadline-nya terlalu mepet, gak terlalu berat, dan masih bisa nyontek sama temen. Tapi kalau tugas, tugas adalah pekerjaan berat yang seringkali deadline-nya gak terlalu mepet, proses pengerjaannya lama, mustahil bisa nyontek. Pas SMA, pekerjaan rumah yang kita dapet itu berupa PR dan jarang banget kita dapet tugas, paling tugas kelompok. Sebaliknya pas kuliah.

Waktu SMA, gue adalah anak IPA walaupun bisa dibilang IPA IPA-an. Gue milih IPA karena gue ini orangnya susah banget ngapal, kalau mau apal teks di buku harus dinadain dulu dan ngapalinnya pake nada. Yang gue kira di IPA bakalan lebih baik, ternyata gue ngerasa gak bisa nguasain pelajaran-pelajaran eksak ini. Berantakanlah PR gue, dari 10 soal kimia paling yang bisa gue jawab cuman 1, itu juga kalau bener. Saat itu gue belum tau gimana sih model cara gue belajar. Dan sekarang, gue mulai paham, model belajar gue itu bikin mindmap, catatan harus rapih dan berwarna, singkat, dan baca-nya harus malem. Walaupun hasil emang gak bagus-bagus amat, paling kaga cukup membantu gue dalam ulangan dan ngerjain tugas. Gue juga sekarang gak akan bisa mulai belajar kalau masih berantakan, dan belum mandi wkwk (tapi gak putih-putih). Biasanya gue ini belajar H-1 sebelum ujian, dan gue bikin rangkuman atau mindmap di kertas hvs selembar hari itu juga abis itu gue baca dan gue hapalin (pake nada) termasuk di kamar mandi.

Walaupun sebenernya ngambil jurusan yang penuh hapalan yang gue rasa gue salah jurusan lagi, tapi mau gimana gue udah kejebur dan harus gue selesain. Lagi juga kalau ditinggalin, sayang bidikmisi gue hehee. Masih inget juga gue kuliah pake duit rakyat, dan harus balik lagi ke rakyat. Bisa dibilang, di jurusan IPS ini gue kuliah maksain. Bener-bener bukan passion, apalagi gue masih ngerasa passion gue di bidang IPA. Tapi harus gue akuin, IPS itu bener-bener bagus dan anak IPA gak boleh ngeremehin IPS. Karena ternyata IPS itu bener-bener rumit, banyak teori gak sekedar lu hapalin tapi harus lu pahamin juga. IPS itu bukan ilmu pasti, itulah yang bikin susah. Jawabannya sesuai persepsi, apalagi sosiologi. Sedangkan kita semua tau, sudut pandang orang beda-beda. Maka dari itu ngejawab soal dari dosen kita landasin dengan teori, biar sejalan dan sepemikiran sama dosen -_- Aeh. Kayak orang bener.

Bukanlah orang bener emang, tapi belakangan gue mulai sadar kalau gue ini cagur dan calon PNS, Aamiin. Maka dari itu gue gak boleh dzolim sama rakyat yang udah biayain gue kuliah. Sadar doang, wkwk.

Gue sering mikir apakah gue bisa jadi PNS, apakah gue bisa ngelanjut  S2 dengan beasiswa? Mikir doang sih. Walaupun niat bikin tempelan-tempelan motivasi sering muncul di benak gue, tapi rasanya mager aja dan terlupakan begitu aja. Tapi kalau tempelan-tempelan deadline tugas mah udah hampir menuhin seprapat tembok kamar gue yang sangat minimalis (sempit). Tapi tempelan deadline gue nilai efektif banget loh buat ngingetin tugas.

Gue sebenarnya pengen ngeupload tulisan jelek gue pas UAS beberapa mata kuliah kayak filsafat, antropologi pembangunan, sama PKLH (Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup), tapi kayaknya mending di academia aja, soalnya tulisan serius itu wkwkw. Walaupun jelek, yang jelas gak bener-bener copas, ngutip dari buku gua mahhhh wkwkwk itulah alasannya gue diledekin sama temen bahasa arab gue sering ke perpus.

Makin lama emang makin ngerasa kalau gue itu bodoh banget. Ngerasa gue itu cetek banget. Makin tua makin bloon. Tapi kata temen gue “Bukan kita yang makin bodoh. Tapi kita lebih bertemu banyak orang pintar”. Nah iya, ternyata gue gak makin bloon, cuman gue makin banyak ketemu orang-orang pinter. Temen-temen gue di IPS bisa dibilang luwes juga. Kalau presentasi aja bisa debat sampe debat beneran (hampir berantem), walaupun akhirnya hanya dosen yang bisa menyelesaikan perdebatan. Keren juga, semua berpendapat, semua aktif dalam kelas, bisa diitunglah yang diem. Gue juga sering cerita, bertukar pikiran tentang masalah kelas, kuliah, BEM, sampe masalah cinta sama mereka. Makanya jangan kaget kalau jam 8 malem masih ada gue di belakang tugu UNJ. Emang bener kata orang, kalau kuliah Cuma jadi kupu-kupu, gak berasa kuliahnya.


Udah dulu ah cerpen gue, capek juga.

Senin, 15 Februari 2016

Jika Teman Saya Kesulitan Membayar UKT

Sebagai masyarakat Indonesia, bila mendengar kata “Negeri” pasti identik dengan murah bahkan gratis. Hal itu memang benar, karena sebagian besar sesuatu hal yang berstatus Negeri itu berarti milik negara, milik rakyat Indonesia. Artinya, semua hal ini dibuat untuk masyarakat. Sudah dibuktikan dengan adanya Rumah Sakit dan sekolah-sekolah yang berstatus Negeri dan tidak memungut biaya sepeserpun. Layanan ini diberikan semata-mata untuk kesejahteraan rakyat. Agar rakyat Indonesia mendapatkan kesehatan dan pendidikan dengan mudah.

Saya adalah seorang mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Jakarta. Perguruan Tinggi yang cukup ternama, Universitas Negeri Jakarta. Kampus ex-IKIP. Kampus Pendidikan. Kampus Pergerakan Intelektual. Jika melihat namanya, Universitas Negeri Jakarta yang akrab disebut UNJ ini merupakan kampus berstatus Negeri, milik negara, milik rakyat. Akan tetapi Kampus Negeri di sini tidak dekat dengan istilah “gratis”. Kampus Negeri ini menarik biaya SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) per semesternya. Bukan hanya UNJ, akan tetapi seluruh Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia memungut biaya SPP, malah beberapa jauh lebih mahal dari UNJ. Lantas apa yang membedakan Kampus Negeri dengan Kampus milik Swasta bila Kampus Negeri juga memungut SPP? Karena kampus Negeri lebih bagus? Jawabannya adalah tidak, banyak sekali Kampus Swasta di sana yang jauh lebih bagus. Mengapa masyarakat lebih memilih mengenyam pendidikan di Kampus Negeri daripada Kampus Swasta? Orang-orang berpikir karena Kampus Negeri jauh lebih murah daripada Kampus Swasta. Padahal tidak juga.

Untuk mengatasi hal ini, beberapa Perguruan Tinggi memang sudah menerapkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebagai subsidi silang untuk mereka yang kurang mampu. Penentuan besarnya UKT di sini tergantung dari seberapa besar penghasilan orang tua pada saat itu. UKT ditentukan pada saat pertama masuk kuliah, dan nominalnya tidak akan berubah sampai kita lulus. Tetapi menurut saya penerapan UKT yang bertujuan sebagai subsidi silang ini tidak efektif, karena jelas-jelas kita semua tahu roda kehidupan itu berputar, kadang kita di bawah, kadang di atas. Bagaimana bila di kemudian hari salah satu dari kita tak mampu lagi membayar UKT, sedang UKT bersifat tetap?

Hati terasa teriris bila mengingat kejadian beberapa bulan lalu di mana salah satu teman kami ada yang tak mampu lagi membayar UKT. Mengajukan diri membuat permohonan penurunan UKT, tetapi ditolak dengan tegas. Malahan disarankan untuk mengundurkan diri sebagai mahasiswa aktif. Teman kami hanya meminta agar nominal UKT-nya diturunkan, bukan meminta digratiskan. Apakah ini yang dinamakan Kampus Negeri? Uang Kuliah Tunggal atau Sumbangan Pembinaan Pendidikan apa hanya untuk pengembangan sarana dan prasarana kampus? Kemudian membiarkan mahasiswanya putus kuliah karena tak mampu membayar SPP.

Disinilah peran teman, peran mahasiswa yang memiliki kepekaan sosial, membantu teman yang mengalami kesusahan, termasuk kesulitan UKT. Tentunya bila dalam situasi seperti ini bantuan yang sangat diharapkan berupa materil, selain itu bantuan moril berupa semangat juga dibutuhkan. Pada situasi seperti ini pula tim advokasi mahasiswa menjalankan tugasnya yaitu membantu, membela, melindungi. Termasuk membantu mereka yang kesulitan membayar UKT melalui program kerja mereka yaitu NADI (Dana Pendidikan) yang dipungut dari para mahasiswa untuk dihibahkan kepada mereka yang kesulitan membayar UKT. Bila masalah seperti ini terjadi lagi, saya pun akan mengusulkan kepada Tim Advokasi Kampus untuk menghibahkan NADI kepada mahasiswa tersebut, dan mengajak teman-teman menyisihkan uang jajan mereka untuk membantu teman kita yang sedang kesulitan. Kemudian mengusulkan agar UKT tidak lagi bersifat tetap, dan mendata ulang penghasilan orangtua seluruh mahasiswa setiap semesternya agar besar UKT yang harus dibayar tidak memberatkan mahasiswa. Karena bila kita hanya mengharapkan kebijakan birokrat ataupun pemerintah tanpa ikut membantu, masalah seperti ini tidak segera terselesaikan. Malah mungkin tidak akan terselesaikan.  

Minggu, 10 Januari 2016

Konsistensi



Menjaga konsistensi dalam diri itu emang susah banget. Apalagi buat kalangan remaja. itulah kenapa remaja dekat banget sama kata “labil”, karena pada masa itu remaja sedang mencari jati diri. Sebenernya ini teori, bukan pembelaan kalau bukan gue doang yang labil.

Gue adalah salah satu mahasiswa salah satu kampus yang belakangan ini lagi tenar. Tenar karena masalah internal yang heboh menggemparkan mahasiswa seluruh Indonesia. UNJ. Universitas Negeri Jakarta, Universitas Neraka Jahanam boleh juga sih. Gue sekarang masih semester 1 (maba), tapi seharusnya semester 3 ini karena pindah jurusan. Sebenernya ya gue senior dan dari dulu kepengen banget jadi senior.

Baru di awal aja udah bingung kan, konsistensinya gak terjaga. Awalnya ngomong apa, lanjutannya apa. Kadang suka bingung, apakah gue adalah satu-satunya orang yang gak konsisten? Kenapa ya suka ngerasa kayak orang yang gak punya pendirian. Di umur yang tahun ini jadi kepala dua, dewasa awal itu bukan masanya untuk mencari jati diri, dewasa awal itu masanya kita buat awal berkarier dan memilih pasangan hidup. 

Yang gue bingung, gue ini gak konsistennya hampir dalam segala hal, salah satunya hobi atau kebiasaan. Jadi kalo misalnya ditanya hobinya apa, gue bener-bener bingung, akhirnya malah jadi bohong. Kayak contohnya nih, di awal tahun baru ini gue lagi seneng-senengnya baca artikel tentang pergerakan kampus, akhirnya gue ngerasa termotivasi sebagai mahasiswa seharusnya aktif dan kritis. Ini emang bener-bener hobi yang bagus, amat bagus karena bakalan ngebikin gue jadi yang lebih baik. karena adanya masalah yang lumayan rumit di kampus, hati gue tergerak buat nulis malah kadang orasi di kamar mandi (serius). Nah buat akhir-akhir ini nih gue lagi pengen banget berorganisasi, kumpul sama temen-temen lain kampus biar wawasannya luas.

Pengen juga sih jadi seseorang yang beda. Beda dari yang lain. Jadi pribadi yang smart, unik, menarik. Smart dalam ruang lingkup sosial menurut gue lebih mengarah ke bagaimana orang itu berinteraksi, pinter ngomong. Kelihatan smart kalau kritis kan? Gimana mau kritis, pernah peduli sama lingkungan aja enggak.

Kalo diliat-liat kebanyakan pengennya sih emang. Tapi mana ada sih manusia yang gak pernah “pengen”. Manusia kan diciptakan sedemikian indah, disertai nafsu juga. Semua orang pasti pernah “pengen”, dan kalo  kita gak pernah pengen kita gak akan pernah kenal sama kata maju, karena gak ada keinginan apapun dari diri kita. Nah masalahnya, orang kayak gue ini kepengenan doang tapi usahanya angot-angotan.

Cita-cita aja bisa dibilang gak punya, karena dari tk sampe sekarang cita-citanya selalu berubah. Dokter, polwan, perawat, desainer grafis, sampe atlet (sama sekali gak bisa olahraga) pernah gue cita-citain. Sedangkan jurusan yang gue ambil itu pendidikan IPS. Malah gak pernah kepikiran, dan kepengen buat jadi guru. Orang paling aneh kali ya gue. Gak ada konsistensinya sama sekali.

Kadang suka nulis dan pengen nyiptain tulisan gitu walaupun cerpen paling kagak itu tulisan, kadang suka gambar ya walaupun gambar gue gak cakep tapi paling kagak ada bentuknya, kadang pengen jadi aktifis kayak belakangan ini gara-gara kampus ada masalah. Hidup itu bener-bener ngebingungin ya. Males juga kadang idup. Tapi gue juga belom siap mati.

Btw konsistensinya mana ya? Judul sama isi gak pernah sesuai, karena itulah gue paling gak bisa ngasih judul. Dan gue selalu berharap ini gak ada yang baca. Kenapa dipublish kalo gak mau ada yang baca? Karena kalo cuman disave sama dipublish itu beda rasanya. Kalo abis ngepublish gitu rasanya kayak ngeplong sedikit takut ada yang baca. Tapi kalo cuman disave kayak gak ada rasanya gitu. Lah di sini kesannya suka tantangan ya? Padahal mah.....

Entah ini tulisan, goresan, atau apa terserah cuman abis nulis ini ngerasa ngeplong lega gitu walaupun sedikit. Apakah gue berbakat buat jadi penulis? Terlalu percaya diri kayaknya ya. Terlalu takut buat nyoba, itulah gue. Terlalu mikirin gimana gimana.
Jadi inti dari tulisan ini  apa?

Rabu, 06 Januari 2016

Kekhusyukan dalam Sholat



Khusyuk seperti yang telah kita semua ketahui merupakan sikap yang konsentrasi, fokus sehingga memungkinkan akan menciptakan suasana yang khidmat, dan tenang. Kata khusyuk memang tidak asing lagi bagi masyarakat, karena kata khusyuk kerap kali digunakan sebagai kata ganti konsentrasi ataupun fokus pada suatu kegiatan. Tetapi kata khusyuk paling sering digunakan pada kegiatan keagamaan. Misalnya, Khusyuk Sholat.
Terdapat banyak sekali pengertian mengenai khusyuk. Khusyuk menurut Dr. Said bin Ali bin Wahf al-Qahthani (2013) adalah kelembutan, tunduk, kepekaan, ketenangan, dan konsentrasi hati di kala terselimuti oleh ketaatan kepada Allah Swt, dan selanjutnya diikuti oleh seluruh anggota tubuh, baik lahir maupun batin.[1]
Sedangkan Zainuddin S. Nainggolan (2014:240) menyatakan, “Khusyuk dalam Sholat dapat diartikan dengan konsentrasi, merendah diri, tunduk, dan patuh secara rohani dan jasmani kepada Allah di kala sholat khususnya dan sesudah sholat.”[2]
Khusyuk dalam sholat seperti ruh dalam tubuh. Tubuh tanpa ruh tidak akan ada artinya, karena bila tidak ada ruhnya maka tubuh menjadi mayat. Khusyuk dalam sholat hukumnya wajib menurut pendapat yang shahih. Seperti yang dikatakan Imam Ibnul Qayyim bahwa Sholat tanpa kekhusyukan dan fokus kepada Allah Swt tidak akan diterima. Sebab, seorang hamba tidak akan mendapat pahala dari sholatnya, selain dari bagian yang dia pahami.[3] (Imam Ibnul Qayyim)
Lalu bagaimana sholat yang didominasi oleh tidak adanya khusyuk dan tidak memahami makna sholatnya? Abu Abdillah bin Hamid berpendapat,
Maka diwajibkan untuk mengulang sholat sebab sholatnya tidak mendapatkan pahala dan tidak menjamin keberuntungan. Juga karena khusyuk adalah ruh, inti dan tujuan sholat, maka bagaimana mungkin sholat yang kehilangan ruh dan intinya serta hanya tersisa gerakannya saja bisa dihitung?[4]
Dapat dipastikan bahwa khusyuk dalam sholat termasuk dalam kategori mendirikan sholat. Sebab mendirikan sholat tidak dapat dilakukan selain dengan menegakkan syariat-syariatnya, rukun-rukunnya, dan seluruh kewajibannya. Khusyuk menurut pendapat yang benar hukumnya wajib berdasarkan perintah Allah Swt dan Rasul-Nya Saw. Allah Swt berfirman “Dan dirikanlah shalat”.[5] (QS. Al-Baqarah[2]:43)
Ada banyak keutamaan bila seseorang khusyuk dalam sholatnya, salah satunya adalah seluruh dosanya akan keluar seperti hari pertama ketika ia dilahirkan dari perut ibunya. Amr bin Abasah r.a. menegaskan bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda:
Apabila dia berdiri dan sholat, bertahmid kepada Allah Swt, memanjatkan puji-pujian yang memang layak untuk-Nya serta berkonsentrasi penuh dan fokus kepada-Nya, niscaya ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti hari pertama ketika ia dilahirkan dari perut ibunya.[6]
Keutamaan khusyuk dalam sholat yang lain adalah khusyuk menjadi penghapus dosa-dosa sebelumnya. Hal ini berdasarkan hadits Utsman r.a., ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda:
Tidakkah seorang muslim yang masuk waktu sholat wajib lalu dia menyempurnakan wudhu, menyempurnakan kekhusukannya, dan menyempurnakan rukuknya, melainkan akan menjadi penghapus dosa-dosa sebelumnya selama tidak melakukan dosa besar. Dan itu berlaku seumur hidup.[7]
Seseorang yang khusyuk dalam sholatnya juga mendapat predikat manusia terbaik. Khusyuk kepada Allah Swt yang dibangun atas dasar mengenal Allah melalui nama-nama, sifat-sifat, dan seluruh kehendak-Nya, takut pada azab-Nya; dibangun di atas kecintaan, takut, dan harapan kepada-Nya, semua ini akan menyebabkan seorang hamba menjadi manusia terbaik. Oleh karena itulah Sufyan rahimahullah mengatakan “Orang yang paling bodoh adalah orang yang meningglkan ilmu yang dikuasainya. Orang yang paling pandai adalah orang yang bekerja sesuai dengan ilmu yang dikuasainya. Orang yang terbaik adalah orang yang paling khusyuk kepada Allah Swt.”[8]
Tidak khusyuk dalam sholat dapat menyebabkan seseorang meninggalkan rukun-rukun dan kewajiban-kewajiban dalam sholat. Orang yang sholat dengan khusyuk, tidak mungkin mengerjakan sholat dengan terburu-buru atau meninggalkan salah satu rukun atau kewajiban sholat karena dia berkonsentrasi dan merasakan keagungan Allah Swt, takut pada siksa-Nya dan mengharapkan pahala-Nya.
Allah Swt tidak akan melihat sholatnya seorang hamba yang tidak meluruskan punggungnya antara rukuk dan sujud. Disebutkan dalam hadits Thalq bin Ali al-Hanafi r.a., ia berkata: Rasulullah Saw bersabda, “Allah ‘Azza wa Jalla tidak akan melihat pada sholat seorang hamba yang tidak meluruskan punggungnya dalam rukuk maupun sujudnya.”[9]
Disebutkan dalam Hadits Abu Abdillah al-Asy’ari r.a., ia berkata: Bahwa Rasulullah Saw ketika sedang sholat melihat seorang lelaki tidak menyempurnakan rukuknya dan terburu-buru dalam sujudnya, lalu Rasulullah Saw bersabda, “Kalau orang ini meninggal dunia dalam keadaan seperti ini, berarti dia meninggal dunia di luar agama Muhammad.” Kemudian beliau Saw melanjutkan, “Perumpamaan orang yang tidak menyempurnakan rukuknya dan terburu-buru dalam sujudnya sama seperti orang yang lapar yang makan satu atau dua butir kurma; tidak akan dapat menghilangkan rasa laparnya.”[10]
Seorang yang tidak menyempurnakan sholatnya baik itu tidak menyempurnakan rukuknya dan terburu-buru dalam sujudnya, maka tidak dihitung karena sholat tersebut hanya gerakan saja tanpa kekhusyukan atau inti di dalamnya. Sehingga tanggungannya pun tidak gugur, atau kewajiban sholatnya tidak berkurang.


[1] Said bin Ali bin Wahf al-Qahthani, Khusyuk dalam Shalat Menurut A-Qur’an dan As-Sunnah, (Yogyakarta: Darul Uswah, 2013), hlm. 43.
[2] Zainuddin S. Nainggolan, Inilah Islam: Falsafah dan Hikmah Ke Esaan Allah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2014), hlm. 240.
[3] Ibnul Qayyim, Al-Wabil Ash-Shaib, hlm. 14-15.
[4] Said bin Ali bin Wahf al-Qahthani, Khusyuk dalam Shalat Menurut A-Qur’an dan As-Sunnah, (Yogyakarta: Darul Uswah, 2013), hlm. 52.
[5] QS. Al-Baqarah/2:43.
[6] Muslim, kitab Shalatul Musafirin, bab Islamu ‘Amr bin ‘Abasah, nomor: 832.
[7] Muslim, kitab Ath-Thaharah, bab Fadhlul Wudhu’ Was Shalah ‘Iqbahu, nomor: 228.
[8] Diriwayatkan oleh Ad-Darimi 1/81, nomor. 337.
[9] Ahmad, kitab Al-Musnad 26/211, nomor. 16283.
[10] Thabrani, kitab Al-Mu’jam Al-Kabir 4/115, nomor: 3840.